Mataram Sinarntb.com– Skandal pokok pikiran (pokir) di lingkungan DPRD Nusa Tenggara Barat (NTB) kembali memicu sorotan publik. Mekanisme yang sejatinya berfungsi menyalurkan aspirasi masyarakat ini diduga kuat disalahgunakan untuk titip proyek dan bagi-bagi anggaran, sehingga manfaatnya jauh dari kepentingan warga.
Dari penelusuran, muncul pola berulang dalam pengelolaan pokir: sejumlah proyek pembangunan yang masuk dalam daftar usulan justru diarahkan kepada rekanan tertentu. Proyek-proyek itu dikemas sebagai kebutuhan masyarakat, padahal di baliknya tercium indikasi praktik titip proyek dengan imbalan jatah anggaran.
Beberapa aktivis antikorupsi di NTB menilai, praktik mafia pokir ini berjalan sistematis dengan memanfaatkan celah dalam perencanaan APBD. “Pokir sering dijadikan pintu masuk kongkalikong proyek antara oknum DPRD, kontraktor, dan birokrat. Rakyat hanya dijadikan dalih,” ujar seorang penggiat transparansi anggaran di Bima.
Sejumlah proyek hasil pokir bahkan dilaporkan bermasalah, mulai dari kualitas rendah, keterlambatan, hingga mangkrak. Kondisi ini semakin menegaskan bahwa mekanisme pokir lebih dipakai sebagai instrumen politik dan ekonomi segelintir elit daripada sarana pembangunan.
Publik kini menuntut transparansi dan pengawasan ketat atas pokir DPRD NTB. Aparat penegak hukum juga didesak untuk menelusuri dugaan bagi-bagi proyek yang mencederai keadilan dan merugikan masyarakat luas. Jika praktik ini dibiarkan, skandal pokir berpotensi menjadi bom waktu bagi kepercayaan publik terhadap institusi legislatif di daerah.
Red