Kabupaten Bima, sinarntb.com - Rabu (31/4/2023) Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) STIKES Yahya Bima, merespon setelah terjadi tidakan brutal aparatur penegak hukum, oknum berbaju coklat. Ketua BEM Ansor Kirana saat diwawancarai oleh journalist sinarntb.com menyebutkan bahwa pihaknya mendesak dan mengecam APH, agar tidak lagi melakukan tindakan represif terhadap massa aksi Front Perjuangan Rakyat Donggo dan Soromandi.
"Dengan beberapa tindakan represif yang dilakukan APH tersebut sangat menciderai nurani rakyat," beber Ansor Kirana.
Kata dia, aparat penegak hukum harus lebih arif dan bijaksana dalam memahami polemik ini. Mereka menagih janji yang telah di Acc oleh eksekutif dan legislatif tapi akhirnya dikebiri. Jadi, tidak bisa mengambil tindakan secara frontal.
"Aparatur kepolisian harus memahami filosofi dari Undang-undang No 2 Tahun 2022 mengenai Tri Brata Kepolisian. Yakni melindungi, mengayomi dan melayani masyarakat bukan menghajar, memukul dan meninju masyarakat," tegasnya.
Ansor melanjutkan, aparatur kepolisian sebagai mitra mahasiswa dan masyarakat, malah merusak citra dan kebebasan mahasiswa untuk berekspresi, berserikat sesuai dengan pasal 28 tentang kebebasan menyampaikan pendapat di depan umum. Belum lagi pada kejadian tersebut ada ibu-ibu dan anak-anak di sekitar yang menurut pihaknya tidak arif dalam melakukan upaya repsesif. Padahal massa aksi siap bernegosiasi.
"Polda NTB dan Polri harus bertindak tegas atas persoalan ini. Panggil Kapolres Bima, berikan pendidikan khusus mengenai UU Kepolisian dan bila perlu dipecat secara tidak terhormat demi nama baik institusi," tuturnya.
Ia menegaskan, aparatur penegak hukum bukan saja melayani dan mengayomi tetapi mengedepankan azas keadilan, melindungi moralitas mahasiswa, dan menjunjungg tinggi nilai-nilai kemasyarakat yang menjadi raja pada setiap negara yang menganut sistem demokrasi.
"Warga adalah raja dan polisi adalah pelayan. Pelayan yang baik adalah menuruti hak-hak rajanya," tutup Ansor (*)
Penulis : Al-Faruq
Editor : Ahmad Al-Faruq