SinarNTB.com - Duka mendalam sedang dialami oleh persepakbolaan Indonesia. Tepat pada tanggal 1 Oktober 2022 telah terjadi kerusuhan di stadion Kanjuruhan Malang yang menelan ratusan korban jiwa dari supporter klub pada pertandingan Arema Malang dan Persebaya Surabaya.
Laga tersebut berakhir dengan kekalahan tuan rumah dengan skor 2-3. Alhasil setelah pertandingan usai, sejumlah oknum Aremania menerobos masuk ke lapangan untuk mengekspresikan rasa kekecewaannya dan melakukan pengerusakan sejumlah sarana dan pra sarana di dalam stadiun.
Protes ini memanas ketika pihak keamanan kewalahan dalam menghadang para suporter dan akhirnya menimbulkan kerusuhan di dalam stadion. Namun sejumlah Aremania harus kehilangan nyawa mereka akibat kerusuhan yang terjadi, dengan menewaskan ratusan supporter akibat tembakan gas air mata ke arah suporter.
Tentunya, banyak pihak yang mengecam tindakan kepolisian dalam menangani suporter pada laga yang dilakoni oleh Arema dan Persebaya tersebut, sehingga mengakibatkan tragedi yang memilukan di stadion Kanjuruhan Malang.
M. Risdamuddin selaku Ketua FKMPD (Forum Komunikasi Mahasiswa Pascasarjana dan Dosen Bima Dompu Malang) angkat bicara terkait tragedi tersebut.
"Kami sangat mengecam tindakan oknum kepolisian yang menangani suporter pada laga Arema dan Persebaya, sebab pihak kepolisian menggunakan gas air mata yang pada aturannya dilarang menggunakan gas air mata di dalam stadion yang memicu kepanikan hingga membuat penonton berdesakan menuju pintu keluar, dan menyebabkan sesak nafas, penumpukan massa, dan terinjak-injak." Tuturnya.
Risdam juga menilai bahwa tindakan aparat dalam kejadian tersebut bertentangan dengan beberapa peraturan di antaranya adalah:
1. Perkapolri no.16 tahun 2006 tentang Pedoman Pengendalian Massa,
2. Perkapolri no.01 Tahun 2009 tentang Penggunaan Kekuatan dalam Tindakan kepolisian,
3. Perkapolri no.08 Tahun 2009 tentang Implementasi Prinsip dan Standar Hak Asasi Manusia dalam Penyelenggaraan Tugas Kepolisian Negara RI,
4. Perkapolri No.08 Tahun 2010 Tentang Tata Cara Lintas Ganti dan Cara Bertindak dalam Penanggulangan Huru-hara
5. Perkapolri No.02 Tahun 2019 tentang Pengendalian Huru-hara.
"Maka atas kejadian tersebut, kami dari organisasi Forum Komunikasi Mahasiswa Pascasarjana Dan Dosen Bima Dompu Malang (FKMPD), menilai bahwa penanganan aparat dalam mengendalikan masa berpotensi terhadap dugaan pelanggaran HAM dengan meninggalnya lebih dari 127 Korban jiwa dan 200 lainnya luka-luka," katanya.
Selain itu, Ketua FKMPD tersebut ikut menuturkan tuntutan yang harus dilakukan oleh pihak yang bertanggungjawab.
"Kami atas nama kemanusiaan menyampaikan suara tuntutan yang beberapa di antaranya adalah:
1. Mengecam tindak represif aparat terhadap penanganan suporter dengan tidak mengindahkan berbagai peraturan, terkhusus implementasi prinsip HAM POLRI;
2. Mendesak Negara untuk segera melakukan penyelidikan terhadap tragedi ini yang mengakibatkan Jatuhnya 153 Korban jiwa dan korban luka dengan membentuk tim penyelidik independen;
3. Mendesak KAPOLRI untuk melakukan Evaluasi secara tegas atas tragedi yang terjadi yang memakan Korban Jiwa baik dari masa suporter maupun kepolisian;
4. Mendesak PSSI dan PT LIB serta Pemerintah Indonesia bertanggungjawab atas tragedi di Stadion Kanjuruhan Malang." Jelas Ketua Umum FKMPD Malang tersebut.
Di samping itu Rusdi menyampaikan ikut turut berdukacita atas jatuhnya korban jiwa.
"Kami turut merasakan duka yang mendalam dan berbelasungkawa untuk para Aremania dan Aremanita yang menjadi korban dalam musibah Kanjuruhan tadi malam, semoga kepada keluarga yg ditinggalkan diberikan ketabahan." Tutupnya.
Penulis: Ahmad Al-Faruq
Editor: Ahmadiansyah