Notification

×

Iklan

Iklan

Peran dan Fungsi Khittah Perjuangan dalam Basis Gerakan Sosial (II)

Senin, 30 Januari 2023 | Januari 30, 2023 WIB | 0 Views Last Updated 2023-01-31T01:21:37Z

Kabupaten Bima, Sinarntb.Com -Dalam batang tubuh HMI Majelis Penyelamat Organisasi (MPO), Khittah perjuangan merupakan kitab bagi kader HMI sebagai arah gerak perjuangan untuk melakukan suatu interaksi dalam kehidupan kemahasiswaan atau kemasyarakatan. 

Khittah perjuangan sangat berperan penting dalam menumbuhkan rasa perjuangan dan pengkaderan bagi kader-kader HMI dalam membentuk anggota menjadi insan ulil albab, yaitu insan yang memiliki karakteristik sebagai pribadi seperti mu'abbid (senantiasa beribadah) mujahid (pejuang di jalan Allah) mujtahid (pemikir yang bersungguh-sungguh) dan mujahid (pembaharu) dan mewujudkan tatanan masyarakat yang baldhatun thoyyibatun warabbun ghafur yakni masyarakat arif yang diridhai oleh Allah SWT.

Dengan demikian, HMI mencantumkannya dalam muatan khittah perjuangan yakni kenyakinan muslim, wawasan ilmu, wawasan sosial, kepemimpinan, etos perjuangan dan hari kemudian dan gagasan khittah perjuangan ini sangat relevan untuk diterapkan dalam kehidupan sosial. Seperti muatan keyakinan muslim muslim misalnya,  tidak ada pegangan bagi setiap manusia yang paling kuat, hebat dan kokoh kecuali hanya kepada Allah SWT. 

Selain itu, muatan wawasan ilmu bahwa setiap manusia merupakan makhluk allah yang  memiliki struktur ciptaan paling sempurna dari pada makhluk-makhluk lainnya. Merujuk pada Al-Quran sebagai petunjuk bagi orang-orang beriman, di mana Allah Ta’ala telah berfirman "Sungguh, kami telah menciptakan manusia dalam bentuk yang sebaik-baiknya."

Dalam kesempurnaan struktur penciptaan manusia oleh tuhan bukanlah  tanpa arti atau sia-sia belaka. seperti  yang terkandung dalam Qs. Al Imran ayat 190 dan Qs shad ayat 27. Ia hadir di atas dunia  (Diciptakan oleh Allah) dengan tujuan tunggal, yakni beribadah kepada Allah SWT. 

Meskipun mempunyai kesempurnan  struktur, tetapi awalnya manusia lahir dalam keadaan tidak memiliki pengetahuan tentang sesuatu apapun. Kemudian allah memberi alat alat untuk memperoleh pengetahuan berupa fuad (Akal dan hati), pendengaran dan penglihatan (panca indera)." Maksudnya, agar kita kembali pada tujuan di ciptakannya, yakni beribadah dan bersyukur kepada Allah SWT. 

Nah, disisi lain, peneguhan secara sosial adalah dengan muatan Wawasan social yang menerapkan konsep  dengan cara pandang dimensi private dan publik manusia yang berbeda-beda. Ada yang meyakini bahwa  aspek individu manusialah yang utama (primer). Anggapan ini, menyebabkan munculnya keserakahan seorang atau sekelompok orang yang berujung pada eksploitasi atas orang lain. 

Sementara itu, ada keyakinan yang menekankan keutamaan aspek sosial. Pandangan ini menyebabkan diabaikannya kepentingan pribadi (individu). Bahkan keyakinan ini menyebabkan kediktatoran sebagai cara paling mudah untuk menekan keinginan individual manusia. Kedua cara pandang ini merupakan filsafat sosial yang mengingkari sebagian unsur kemanusiaan atas unsur lainnya. 

Tidak jarang, akibat daripada itu, terjadi benturan dan pertentangan antar sistem sosial yang diimani dan diadopsi  dalam suatu tatanan masyarakat. Di antara sistem sosial yang  paling mencolok pertentangannya yaitu antara kapitalisme-liberal dengan sosialisme-komunis. HMI menolak kedua ideologi tersebut dan mengedepankan konsep Ummah. Memperhatikan konsep privat dan publik artinya tetap setara semuanya.

Dalam perspektif kepemimpinan, manusia merupakan satu-satunya makhluk yang berani untuk memulai sikap saling menjaga, yang pada akhirnya menjadikannya sebagai makhluk yang memimpin makhluk lainnya di alam semesta ini dan Allah membekali  manusia instrument kecerdasan, sebab untuk menjalankan amanah yang berat ini dibutuhkan kecerdasan.

Penobatan manusia menjadi khalifah dilengkapi dengan fungsi kepemilikannya akan ilmu yang diberikan Allah SWT, yang secara potensial dapat didayagunakan untuk mengatur dan mengelola alam semesta. Inilah yang menjadi pembeda hakiki antara manusia dengan makhluk lainnya, sehingga kekhalifahan menjadi hak dan sekaligus tangungjawab manusia. Istilah khalifah secara etimologis berarti wakil dan dalam pengertian risalah islam berarti wakil Allah dimuka bumi, yang berkewajiban memakmurkan bumi sesuai dengan kehendak dan ajaran-nya.

Pasalnya, dalam khittah perjuangan  HMI yang di mana seorang pemimpin atau khalifah  diharuskan mampu mengajak untuk mengerjakan suatu yang maruf (kebaikan) dan memberi peringatan atau menjauhi suatu perkara yang munkar (keburukan) yang di kenal dengan istilah amar mar’ruf nahir munkar. HMI berpendapat bahwa kehadiran seorang khalifah bukan sebagai bencana melainkan rahmat bagi sekalian alam, sehingga di kenal istilah rahmatul lil alamin , dengan demikian jika konsep ini diterapkan sebagai basis gerakan sosial maka, akan menghadirkan rahmat bagi seluruh alam.

Selain itu, terdapat etos perjuangan yang lebih kurang menjelaskan tentang perubahan tatanan masyarakat yang berdasarkan nilai-nilai Islam bukanlah suatu janji Allah SWT yang diberikan begitu saja kepada ummat manusia tanpa ada proses pembentukan. Proses pembentukannya pun menuntut adanya keterlibatan manusia di dalamnya. 

Pasalnya, tuntutan akan keterlibatan manusia dalam proses pembentukan masyarakat dikarenakan manusia diciptakan Allah SWT sebagai khalifah dimuka bumi, sehingga ia memiliki peran mengatur dan penentu bentuk tatanan masyarakat yang diridhoi oleh Allah SWT. Karena itu sebenarnya konsep ini wajib diterapkan dan diterangkan oleh kader HMI dalam kehidupan sosial sebagai basis gerakan  dalam kehidupan sosial agar tercipta bangsa dan negara yang baldatun toiyibatun warobbun ghofur.

Nah, kalau pada dimensi yang terakhir ini adalah, Hari kemudian yang lebih menekankan kepada siapapun yang mengarungi kehidupan di alam semesta dengan segala perbuatan dan perilakunya (baik dan buruk) akan menjadi masa pengadilan bagi umat manusia. Semua yang dilakukan manusia semasa kehidupannya di muka bumi akan dihisab. Hasil hisab inilah yang kemudian menjadi bahan penilaian atas apa yang akan ia dapatkan dalam masa akherat kelak. 

Artinya, amal manusia di dunia inilah yang akan menentukan apa yang akan terjadi pada dirinya di akherat kelak. 
Tak satupun perbuatan yang lepas dari perhitungannya.Tak satu perhitunganpun yang tak mendapat balasannya. Masa pengadilan ini menjadi masa yang tak bisa dihindari oleh satu umat manusiapun. Kekuasaan Allah SWT akan menunjukan bahwa keadilan yang berjalan adalah keadilan yang tidak dapat dihindari oleh manusia, bahkan hasilnya tak bisa dikompromikan seperti keadilan yang ada di dunia ini. 

Kehidupan akherat yang merupakan kehidupan "pasca sejarah" kemanusiaan juga menjadi logis dan amat adil, mengingat keadilan tidak selalu terwujud dalam setiap saat bagi seseorang atau suatu masyarakat di dunia. Pada kenyataannya bahkan amat banyak orang yang didzalimi di muka bumi ini. Mereka yang berbuat dzalimpun tidak selalu sempat mendapat ganjaran yang setimpal. “Barang siapa yang mengerjakan kebaikan seberat dzarrah pun niscaya dia akan melihat balasannya dan Barang siapa yang mengerjakan keburukan seberat dzarrah pun niscaya dia akan melihat balasannya,” (Al-Zalzalah : 7-8). (*)

Penulis : Nur Hikmah Ahmad

(*Penulis adalah Kader HMI Cabang Bima, Komisariat Stikes Yahya Bima)
×
Berita Terbaru Update