Notification

×

Iklan

Iklan

Pengamat Kebijakan Publik Menilai Penetapan Harga Standar Jagung Tidak Tepat

Selasa, 18 Oktober 2022 | Oktober 18, 2022 WIB | 0 Views Last Updated 2022-10-18T10:47:33Z

Amirullah, Dok (Istimewa)
Yogyakarta, SinarNTB.Com - Baru-baru ini Bapanas dan Gubernur Nusa Tenggara Barat, Dr. H. Zulkiflimansyah, telah menyepakati Standar Harga Jagung Nasional di Wilayah NTB, namun mendapatkan perhatian serius dari berbagai pihak.

Salah satunya, Aktivis Sosial dan Pengamat Kebijakan Publik, Nusa Tenggara Barat, Amirullah menyebutkan bahwa sebagai salah satu Komoditas Strategis Nasional, jagung harus ditargekan menjadi simbol dari kesejahteraan petani sekaligus kebanggaan bagi Provinsi NTB.

"Namun hal tersebut, tidak mungkin diwujudkan melalui kebijakan yang parsial dan artifisial. Seperti sekedar mendatangi dan mengusulkan standar harga pada Pemerintah Pusat," terangnya.

Ia mengatakan, apabila kebijakan menstabilkan harga jagung dengan cara hanya menetapkan harga acuan pembelian, tanpa diikuti dengan kebijakan-kebijakan lain, maka problem klasik tersebut tidak akan teratasi dengan baik karena sewaktu-waktu harga acuan pembelian Rp.4.200, sebagaimana yang telah ditetapkan, tidak akan dapat dirasakan oleh petani jagung dalam jangka panjang.

"Sebab, tidak ada kepastian permintaan dan kebutuhan. Karena itu, untuk menstabilkan harga jagung di pasaran tidak perlu melaui pemerintah pusat, bisa dibuat kebijakan harga jagung minimal melalui SK Gubernur," bebernya kepada Jurnalis Sinarntb.com pada Selasa, (18/10/2022).

Amir menegaskan, untuk menopang kebijakan tersebut, Gubernur NTB, Dr. H. Zulkieflimansyah perlu membentuk Kelembagaan Ekonomi Petani (KEP) di pedesaan, seperti yang diamanatkan dalam Undang-undang No.19 tahun 2013, dan UU No. 25 tahun 1992 tentang Koperasi dalam hal ini adalah Koperasi Petani dan membangun jaringan kerjasama yang kuat dalam jangka panjang.

"Tentu, dengan Pemerintah Provinsi, Kabupaten/Kota yang ada di Indonesia dan dengan negara luar, serta dengan pabrik pakan ternak dalam negeri," jelasnya.

Pasalnya, menurut dia, Koperasi Petani yang telah dibentuk itu, dimitrakan dengan semua pihak yang telah bersedia kerjasama dan langsung kontrak. Harga kontrak dan biaya produksi jagung per kg itulah yang menjadi patokan dalam menentukan Harga Pembelian Koperasi kepada petani jagung tersebut.

"Jaringan kerjasama ini. sangat dibutuhkan dalam rangka memobilisir kekuatan pasar, sehingga harga jagung tetap stabil walaupun pada masa panen raya," terang Amir.

Ia menambahkan, jika hal ini tidak dilakukan, maka kestabilan harga jagung tidak akan bertahan dalam waktu yang relatif lama, dan komoditas jagung tidak akan bisa menjadi simbol kesejahteraan masyarakat, serta tidak akan mungkin menjadi swasembada pangan, apalagi untuk mengekspor.

"Kebijakan Pak Gubernur tersebut, saya pikir tidak tepat, karena harga acuan pembelian yang sudah ditentukan itu, tidak bisa menjamin kepastian distribusi permintaan dan kebutuhan pasar," ungkapnya.

Karena itu, Amir menuturkan, harga suatu produk atau komoditi itu, pasarlah yang menentukan. Maka untuk melawan otoritas pasar dalam menentukan harga, dibutuhkan kebijakan yang komprehensif. Kalau besok atau lusa, permintaan pasar melemah, maka dengan sendirinya pedagang lokal tidak berani membeli dengan harga 4.200, pasti akan dibeli dengan harga rendah.

"Dinas terkait harus intens melakukan pengawasan dan pengontrolan terhadap harga pembelian di tingkat petani oleh pedagang, tetapi tetap tidak efektif karena ketika produksi pertanian terus berjalan, permintaan di pasar turun, tentu akan terjadi over supply sehingga harga komoditas akan kembali anjlok," tutupnya.

Penulis : Al Faruq 

Editor    : Ahmad Al-Faruq 
×
Berita Terbaru Update