Notification

×

Iklan

Iklan

Pendidikan Karakter di Era AI: Masihkah Diperlukan Guru sebagai Teladan?

Selasa, 24 Juni 2025 | Juni 24, 2025 WIB | 0 Views Last Updated 2025-06-25T00:13:29Z


Oleh: Ikang Fauji*

Maraknya teknologi di era sekarang, khususnya teknologi kecerdasan buatan (AI), kini telah menyebar ke seluruh kalangan terutama di ranah pendidikan. Salah satu teknologi AI hari ini yang sering digunakan adalah Chatbot, yaitu sistem pembelajaran secara otomatis, dan platform digital cerdas yang sedikit demi sedikit mulai menggantikan peran seorang guru di dunia pendidikan. Salah satu kebermanfaatan yang digunakan adalah menyampaikan materi, menilai tugas, hingga memberikan umpan balik secara instan. Sehingga munculah pertanyaan mendasar bahwa apakah keberadaan guru sebagai teladan moral dan pembimbing karakter masih dibutuhkan di era AI saat ini?.

Saat ini di semua sekolah telah memanfaatkan kehadiran AI tersebut, dengan alasan memudahkan siswa dan efisiensi dari segi waktu. Setiap siswa dapat mengakses secara mandiri melalui aplikasi atau website seperti Khan Academy, Duolingo, atau bahkan platform lokal seperti Ruangguru dan Zenius. Sebenarnya hadirnya ini menjadi platform baru dan memudahkan peserta didik dalam proses belajarnya. Namun di sisi lain seperti relasi emosional, nilai-nilai, dan bahkan pembentukan karakter siswa yang biasanya dibangun melalui interaksi langsung antara tenaga pendidik mulai terabaikan.

Sebagaimana yang kita lihat akhir-akhir ini di dunia pendidikan kita bahwa siswa menjadi lebih individualis dan pragmatis. Dengan kata lain siswa lebih fokus mengejar nilai, bukan makna. Siswa lebih tertarik menyelesaikan soal dengan bantuan teknologi daripada  mengerjakan tugas dengan menghadirkan nilai kejujurannya dalam proses belajar mengajar.

Padahal jika kita melihat metode pendidikan yang dilakukan guru-guru pada zaman terdahulu, siswa lebih tekun dan pintar padahal di sisi lain guru kita dahulu memiliki banyak keterbatasan dalam penggunaan teknologi yang canggih. Akan tetapi nilai integritas dan moral jauh lebih baik dari mereka. Pertanyaanya, kenapa? Kok bisa? “Tentu, karena para pendahulu dan guru kita dulu sangat mencintai dan menghargai yang namanya perjuangan. Apalagi perjuangan dalam menempuh suatu ilmu, mereka yakin dengan kemampuannya yang memang sudah Tuhan berikan kepada setiap manusia.” Mereka yakin setiap individu manusia pasti memiliki kemampuan dan keahlian berpikir masing-masing dalam menyelesaikan suatu masalah.

Jadi jika kita menelaah lebih dalam terkait pendidikan itu sendiri, yaitu bukan hanya sekedar transfer ilmu (transfer of knowledge), melainkan pembentukan jiwa manusia yang lebih baik. Dalam pembentukan jiwa manusia tersebut perlu ada guru yang terus mengontrol, mendampingi, memotivasi, dan mengevaluasi. Jadi peran guru dalam dunia pendidikan tersebut sangatlah dibutuhkan, dengan catatan guru perlu menjadi contoh dan teladan yang baik bagi siswa.

Contoh nyata tersebut yang bisa dilakukan adalah pentingnya peran guru dalam berbagai kegiatan seperti adanya program spiritual di lingkungan sekolah (sholat berjamaah, kerja bakti, atau kegiatan ekstrakurikuler). Dari sinilah hadirnya peran guru dalam memotivasi dan menanamkan nilai kebersamaan, solidaritas, dan kedisiplinan. Interaksi yang seperti ini tidak bisa dilakukan oleh AI atau teknologi hari ini dalam proses pembelajaran di dunia pendidikan. Karena AI itu dibuat atau dilahirkan hanya memberikan berdasarkan data atau perintah, bukan nilai dan perasaan sebagaimana yang dilakukan oleh guru-guru kita sebelumnya.

Sayangnya, pada saat ini di dunia pendidikan kita di indonesia terutama para pemangku kebijakan pendidikan terutama lebih terfokus pada capaian akademik dan kecanggihan digitalisasi, namun mengabaikan penguatan peran guru sebagai pendidikan karakter. Kalau dalam kurikulum pendidikan itu sudah memberikan banyak ruang bagi pembelajaran kontekstual dan projek penguatan profil pelajar pancasila, akan tetapi dalam pengimplementasinya di lokasi masih jauh dari harapan pendidikan saat ini karena kurangnya pelatihan karakter bagi guru.

Adapun solusi yang bisa ditawarkan untuk menjawab tantangan saat ini, dalam hal ini pemerintah dan sekolah harus kembali menegaskan peran seorang guru sebagai poin penting dalam pembentukan moral. Jadi pelatihan diberikan kepada guru tersebut tidak hanya berfokus pada metode ajar berbasis digital. Akan tetapi penguatan integritas paling penting dalam hal ini keterampilan dalam membimbing karakter, dan pengelolaan emosi siswa. Ini sangat penting supaya dalam transformasi digital tidak menggerus nilai kemanusiaan dalam pendidikan.

Dalam penggunaan AI bisa-bisa saja, akan tetapi jangan jadikan faktor utama dalam proses pembelajaran di dunia pendidikan, karena dunia kehidupan manusia dan AI itu sangat beda, jadi yang lebih cocok pendekatan prose pembelajaaran itu lebih banyak ke guru tersebut. Selain itu, perlu dibangun budaya sekolah yang menempatkan nilai dan keteladanan sebagai pusat. Seperti program mentoring, penguatan peran wali kelas, dan pemberdayaan guru BK hal ini bisa menjadi langkah konkrit.

Di era AI ini, guru bukan lagi satu-satunya sumber informasi. Namun, perannya sebagai pembentukan karakter dan pemimpin moral tetap tidak tergantikan. Justru di tengah gelombang teknologi yang semakin dingin dan impersonal, kita butuh lebih banyak sosok guru yang hangat, jujur, dan inspiratif. Karena dari teladan nyata, anak-anak belajar menjadi manusia seutuhnya.


*Penulis adalah Mahasiswa Pascasarjana Manajemen Pendidikan Islam Universitas Islam Negeri Sunan Gunung Djati Bandung


×
Berita Terbaru Update